Renungan
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱللَّهَ غَـٰفِلًا عَمَّا يَعْمَلُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍۢ تَشْخَصُ فِيهِ ٱلْأَبْصَـٰرُ
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, (QS.14:42)

Rabu, 20 Oktober 2010

Syirik

Harapan-Harapan Kau Curahkan Pada Makhluq Atau Pemberian-Nya, Merupakan Kebodohan Logikamu.

Sebelum penjelasan lanjut, kembali pertanyaan dilontarkan pada dirimu, yakni: “Adakah sesuatu yang dicipta dapat memberikan harapan-harapan?” Secara logika kau akan mengatakan, bahwa “Sesama makhluq dapat memberikan harapan-harapan”. Bukankah harapan itu laksana buih yang dihempaskan ke pantai, hendak dijangkau kemudian ia hilang. Meskipun sekejap dapat dipegang, tapi bukankah sifatnya sementara? Harapanmu tergantung pada materi. Dapatkah materi itu kau pertahankan lama? Sedangkan materi itu pergi-datang silih berganti. Dengan keadaan materi yang demikian itu, hatimu menjadi terombang-ambing karena bergantung kepadanya. Dalam hal ini kau telah menjadi permainan materi. Tidakkah kau sadar jika sebenarnya dirimu menjadi benda bulan-bulanan. Betapa bodohnya dirimu!
Dalam hal ini jika bukan materi yang menjadi harapanmu, ya pangkat, kedudukan dan posisi. Disinilah kebodohanmu wahai si Fulan! Kau tidak pernah merasa jika pangkat, posisi telah memperbudak dirimu. Bukankah pangkat dan posisi hanya memekai dirimu selagi muda, kuat dan bertenaga. Bila dirimu telah tua, apakah posisi jabatan, pangkat dapat memakai dan menghargai dirimu? Bukankah sebaliknya kau akan ditendang, diturunkan dari tempat tersebut? Jikalau harapanmu kau gantungkan kepada sesama manusia, cobalah kau renungkan hal itu! Sementara manusia dapat menjadi harapanmu. Tapi suatu ketika manusia dapat pergi dan mati. Akhirnya hanya kecewa dan putus asa kau jumpai. Akibatnya bagi siapapun yang tak mau peduli kepada Allah, pasti tidak akan pernah memperoleh kepuasan. Tidakkah pernah kau memetik kisah Fir’aun? Fir’aun adalah seorang yang hidupnya bergelimang harta-benda, kedudukan, pangkat, dan jabatan. Apakah semua itu dapat memberikan harapan yang nyata? Sebaliknya apa yang dapat ia peroleh, tidak lain hanyalah kehancuran belaka. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an:
وَقَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مُوسَى بِالْبَيِّنَاتِ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الأرْضِ وَمَا كَانُوا سَابِقِينَ
Dan (juga) Qarun, Firaun dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran itu). (QS.29:39)
فَكُلا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الأرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS.29:40)
Bila logika yang yang kau jadikan sebagai pedoman hidupmu untuk melayani pemuasan kepentingan pribadimu, maka kebuasan dan kelicikanlah yang akan muncul. Tak pernah kau fikir dan rasakan. Apakah orang lain akan menderita akibat polah-tingkahmu? Jika logikamu mampu kau jadikan pedoman dalam hidup, maka dapatkah logikamu memberikan pelayanan untuk menghilangkan ketidak-puasan dalam bathinmu hingga kini? Atau, mampukah logikamu melayani ketenangan bathinmu, yang kacau bingung tak menentu tujuan? Dalam hal ini kau bangga terhadap logikamu, karena ia dapat memberikan keberhasilan studimu. Padahal logikamu itu adalah licik; karena kau selalu perhitungkan untung rugi perbuatanmu. Sifat perbuatanmu adalah pamrih. Inilah kelicikan dan kepicikanmu.
Tidakkah kau sadari darimana logikamu itu kau peroleh? Dengan hadirnya logikamu kau telah meremehkan petunjuk pedoman yang datang dari sisi Allah. Padahal logikamu sebenarnya tidak bedanya dengan kotoran manusia yang tak ada arti dan nilainya, atau laksana kayu lapuk yang menjadi keroyokan rayap saja. Lalu apa dapat kau andalkan dari logika yang ada? Jangan kau bangga berguna, karena kau dapat menyumbangkan ilmu yang ada. Ilmu yang kau sumbangkan tak mungkin kau sumbangkan jika bukan karena imbalan atau jasa. Hal demikian tersebut bukankah seperti seorang pekerja?
Bagaimana jika dibanding dengan kerbau-tua? Kerbau telah dapat berbuat menyuburkan tanah. Digarapnya sawah dengan menarik bajak, tanpa motif imbalan jasa dari manusia. Lebih berharga mana, kerja kerbau–tua dengan kerja logika manusia? Tampak–tampaknya betapa kejamnya manusia dengan logika yang hanya dipakai untuk sikut-menyikut dengan sesamanya, saling menjatuhkan. Yang penting puas-diri akan segala-galanya. Itulah logika manusia. Ternyata logika tidak mampu untuk mencarikan jawaban pasti terhadap nilai dan arti dalam diri sendiri, apalagi untuk pedoman hidup.
Lain halnya dengan penggunaan “aqal. ‘Aqal bekerja untuk menciptakan keselarasan semua fihak. Sebab keberadaan ‘aqal hanya untuk memikirkan dan mengelolah hasil bumi yang ada, agar dapat dini’mati bersama. Bukan sebagaimana logika keberadaannya untuk menentang dan menyaingi pedoman yang telah ada di Al-Qur’an dan Al-Hadits. Renungkan seekor kambing yang masuk dan merusak kebun seseorang yang telah ditata. Maksud si kambing itu hanya untuk memenuhi keinginan nafsunya. Kebun yang telah ditata tumbuh dengan suburnya dirusaki kambing. Bagi kambing wajar berbuat demikian, karena yang penting kepuasan dirinya tercapai. Mengapa demikian? Karena memang kambing tidak diberi ‘aqal. Bagaimana dengan dirimu yang telah diberi ‘aqal? Mana yang lebih bodoh antara dirimu dengan seekor kambing?

Dikutip dari tulisan Ki Moenadi MS, berjudul: ”Kafara Nyata Pecah Niyat-Ucap & Sikap”, Bunga Rampai LAUKAPARA Seri Noda-Noda Kehidupan; Yayasan Badiyo, Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar