Renungan
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱللَّهَ غَـٰفِلًا عَمَّا يَعْمَلُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍۢ تَشْخَصُ فِيهِ ٱلْأَبْصَـٰرُ
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, (QS.14:42)

Minggu, 03 Oktober 2010

Menceritakan Orang Lain Dan Menyakiti Hatinya

Wahai Si Fulan bersifat pohon keladi ! Bagaimana kau akan dapat mengeluarkan buah bibir yang menyejukkan bagi si pendengar, jika selalu dimasak di atas hati yang panas, yaitu hati yang penuh dengan kedengkian. Langkah hitam dan pekatnya hatimu. Tetapi bibirmu terus juga berkicau tak henti-hentinya, seumpama kicauan burung. Kicauan burung masih enak didengar telinga. Lain halnya dengan kicauan bibirmu, bukannya kesyahduan yang menyejukkan hati melainkan kicauan yang bisa memecahkan anak telinga. Demikian itulah kau habiskan waktu hari-harimu hanya untuk menyakiti hati siapa saja yang mendengarkan kicauanmu. Jangankan orang lain, selagi suami sendiri tidak betah tinggal di rumah, karena mendengarkan kicauanmu. Baginya suasana demikian laksana bertempat tinggal di neraka. Tidak pernah diperoleh kesejukan dan kedamaian. Hanya gusar panas, dan ribut yang diperoleh. Bibirmu seperti sumber tempat memancarkan api. Perhatikan lampu sumbu tampak menjadi hitam karena asap lingkungan sekitarnya.
Wahai si pohon keladi! Pekerjaan suka menceritakan orang lain dan menyakiti hatinya, merupakan gambaran ketidak-puasan hatimu yang tidak pernah memperoleh kebahagiaan haqiqi. Sehingga kau bermaksud dengan melakukan pekerjaan tersebut dapat diperoleh kebahagiaan itu. Hatimu selalu dikeroyok dan dikerumuni blatung-blatung nafsu, akhirnya setiap saat yang ada hanya gejolak dan gejolak. Kau tidak pernah menyadari wahai Si Fulan bahwa pekerjaan suka menceritakan orang lain itu laksana angin yang menghembuskan bau busuk di tengah-tengah lingkungan atau laksana seekor blatung yang menemukan bangkai lau mencari teman-temannya dan menceritakan bangkai yang ditemukannya. Alangkah hinanya pekerjaanmu itu wahai Si Fulan!
Kau adalah seorang wanita, seharusnya bersifat penuh kasih dan sayang. Tetapi kedua sifat itu sirna dari dalam dirimu, karena kau terlalu menyembah nafsu. Sehingga sifat kewanitaanmu yang seharusnya penuh kasih dan sayang telah berubah menjadi sifat buas seperti seekor singa yang sedang mengembangkan bulu lehernya siap menerkam mangsa. Tidak kau sadari sifat kebinatangan telah menjadi hiasan dirimu. Demikian itulah cara iblis menggeser sifat terpuji dari dalam diri manusia. Pernahkah kau sadari dengan melekatnya sifat kebinatangan dalam diri, merupakan pertanda di saat itu diri sedang menjadi pelayan atau budak iblis? Alangkah bencinya Allah melihat manusia bersifat selaku budak iblis. Kau telah menjatuhkan diri pada tempat yang sehina-hinanya. Oleh sebab itu, jika kau inginkan ampunan Allah, maka sebelum Allah memaafkan kesalahanmu, terlebih dulu kau harus meminta maaf, pada sesama yang pernah kau ceritakan kejelekannya dan yang kau sakiti hatinya.




Dikutip dari tulisan Ki Moenadi MS, berjudul: ”Si Paul Peci di Atas Dengkul”, Bunga Rampai LAUKAPARA Seri Noda-Noda kehidupan; Yayasan Badiyo, Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar