Wahai si Fulan hamba Allah! Kau jalankan syari’ah agama Allah dengan membeo atau ketaatan membuta. Dengan sikap menjalankan syari’ah agama Allah dengan membeo atau dengan ketaatan buta itulah tanda bukti sikap diri memandang remeh nilai-nilai syari’ah Allah. Salah satu contoh adalah serentetan upacara ijab-qobul yang sebenarnya merupakan upacara sakral, bahkan dinilai serupa perjanjian Nabi kepada Allah, dijadikan upacara tradisi. Bukti upacara sakral ijab-qobul menjadi tradisi adalah baik di saat upacara sedang berlangsung maupun setelah berlangsung, tidak sedikitpun dirasa adanya kedekatan hati kepada Allah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan pasangan. Dalam hal ini yang banyak terjadi di tengah masyarakat khususnya dirimu wahai si Fulan, menjelang dan setelah upacara ijab-qobul muncul perasaan senang, tetapi perasaan senang yang muncul bukan karena dorongan rasa senang ruhaniyah, tetapi yang muncul adalah rasa senang nafsiyah. Baik di fihak suami maupun di fihak istri sama-sama memunculkan rasa senang nafsiyah. Bukti rasa senang nafsiyah yang muncul adalah penyelewengan-penyelewengan dalam menjalankan biduk rumah tangga sering kali terjadi, baik itu dilakukan oleh suami maupun oleh istri, khususnya penyelewengan terhadap ketentuan Allah yang bertujuan untuk ketaatan kepada Allah. Berapa banyak jumlah manusia menjalankan rumah-tangga tanpa ketentuan dan ketaatan kepada Allah? Lain halnya jika rasa senang ruhaniyah yang muncul dan bersemi setelah peristiwa ijab-qobul. Beriring berseminya rasa senang ruhaniyah, baik suami maupun istri sama-sama menjalankan kehidupan rumah-tangga di atas lautan ketaatan kepada Allah, sehingga biduk rumah-tangga berlabuh di pantai sakinah dengan panorama keindahan paduan cinta kepada Allah.
Dengan dijalankannya biduk rumah-tangga di atas lautan ketaatan kepada Allah, jelas gelombang-gelombang penyelewengan terhindar dengan sendirinya. Sebenarnya menganggap remeh peristiwa ijab-qobul bukan saja pada masalah pembayaran mahar atau maskawin dalam serentetan upacara ijab-qobul. Bahkan sebelum menginjak pada peristiwa ijab-qobul oleh kedua belah fihak, ijab-qobul itu sendiri nyaris ternodai. Hal demikian ini hampir menjamur di tengah-tengah kehidupan ummat Islam. Sehingga peristiwa ijab-qobul yang sebenarnya merupakan serentetan peristiwa sakral menjadi peristiwa formalitas. Maka wajarlah bila di sana-sini dalam serentetan peristiwa ijab-qobul banyak didapat kesalahan-kesalahan, sebab sejak awal langkah peristiwa ijab-qobul hendak dilangsungkan telah terlebih dahulu dinodai, yaitu tidak sedikit ummat Islam khususnya dirimu wahai si Fulan, ijab-qobul dilangsungkan setelah sebelumnya menjalankan pacaran. Sebenarnya pacaran tersebut merupakan salah satu hal yang paling Allah tidak sukai, karena pacaran termasuk salah satu pekerjaan keji, yaitu pekerjaan mendekati zina, bahkan sangat mudah menjurus pada perbuatan zina. Dan kenyataannya, banyak manusia yang memasuki pintu gerbang ijab-qobul dengan kaki ternodai karena terlebih dahulu terperosok dalam lumpur kemaksiatan zina. Sehingga begitu masuk ke gerbang ijab-qobul, semua menjadi ternodai. Karena sejak awal langkah penuh dengan noda-noda, wajarlah bila dalam menjalankan biduk rumah-tangga ditemui gelombang-gelombang penyelewengan, hingga menenggelamkan diri di dasar noda dan dosa.
Dalam hal pembayaran mahar atau maskawin, pada prinsipnya boleh dalam bentuk apapun, baik itu materi maupun jasa. Tetapi mahar atau maskawin yang paling bernilai adalah mahar atau maskawin yang dapat membawa sikap istri menuju taat kepada Allah. Sebab yang dilihat Al-Qur’an dan perangkat sholat dalam bentuk materi, tanpa dapat melihat apa yang ada di balik isi Al-Qur’an dan perangkat shlolat. Seorang suami membayarkan mahar atau maskawin berupa Al-qur’an dan seperangkat sholat sebenarnya bukan berakhir pada penyerahan wujud materi, namun lebih jauh dari pada itu adalah membawa istri untuk bisa sama-sama mentaati isi kandungan Al-Qur’an dan menjalankan sholat sesuai yang dituntunkan oleh Rasulullah. Inilah sebenarnya tujuan fihak suami membayarkan mahar atau maskawin berupa al-Qur’an dan seperangkat alat sholat kepada fihak istri. Tetapi karena fihak suami dalam membayarkan mahar atau maskawin karena membeo atau mengikuti tradisi dan agar dipandang sebagai seorang muslim, maka secara formalitas yang dibayarkan adalah Al-Qur’an dan seperangkat alat sholat dalam pengertian materi, tanpa sedikitpun mengarah pada pengertian esensi. Karena tidak adanya dasar pembayaran mahar atau maskawin bernilai pada pengertian esensi, maka yang terjadi setelah mahar atau maskawin Al-Qur’an dan seperangkat alat sholat dibayarkan kepada fihak istri, peralatan tersebut disimpan begitu saja tanpa dapat didayamanfaatkan sebagaimana pengertian esensi. Bukankah demikian ini yang terjadi di tengah masyarakat khususnya pada dirimu, wahai si Fulan.
Oleh sebab itu jangalah sekali-kali memandang nilai mahar atau maskawin sebagai formaitas pengesahan ijab-qobul, tetapi lebih jauh dimaksudkan agar dengan mahar atau maskawin yang dibayarkan itu dapat membawa istri menuju ketaatan kepada Allah. Apalah artinya nilai materi, jika kenyataan kaki istri terperosok dalam kancah neraka, karena tidak adanya perhatian sejak awal dari fihak suami yang seharusnya tampil sebagai pemimpin rumah-tangga. Ini bukan berarti mahar atau maskawin tidak diperkenankan membayar dengan nilai materi. Namun pemberian yang bermanfaat adalah pemberian yang dapat merubah sikap istri menuju ketaatan kepada Allah. Banyak orang berlomba-lomba membayarkan mahar atau maskawin dalam rupa materi yang banyak, namun perjalanan biduk rumah-tangga tidak henti-hentinya dilanda gelombang penyelewengan. Hal ini terjadi salah satunya disebabkan mahar atau maskawin dibayarkan hanya dengan nilai formalitas, tanpa sedikitpun tersirat rasa tanggung jawab seorang suami membawa langkah istri menuju ketaatan kepada Allah.
Sumber: BAHTERA PADUAN CINTA
Dengan dijalankannya biduk rumah-tangga di atas lautan ketaatan kepada Allah, jelas gelombang-gelombang penyelewengan terhindar dengan sendirinya. Sebenarnya menganggap remeh peristiwa ijab-qobul bukan saja pada masalah pembayaran mahar atau maskawin dalam serentetan upacara ijab-qobul. Bahkan sebelum menginjak pada peristiwa ijab-qobul oleh kedua belah fihak, ijab-qobul itu sendiri nyaris ternodai. Hal demikian ini hampir menjamur di tengah-tengah kehidupan ummat Islam. Sehingga peristiwa ijab-qobul yang sebenarnya merupakan serentetan peristiwa sakral menjadi peristiwa formalitas. Maka wajarlah bila di sana-sini dalam serentetan peristiwa ijab-qobul banyak didapat kesalahan-kesalahan, sebab sejak awal langkah peristiwa ijab-qobul hendak dilangsungkan telah terlebih dahulu dinodai, yaitu tidak sedikit ummat Islam khususnya dirimu wahai si Fulan, ijab-qobul dilangsungkan setelah sebelumnya menjalankan pacaran. Sebenarnya pacaran tersebut merupakan salah satu hal yang paling Allah tidak sukai, karena pacaran termasuk salah satu pekerjaan keji, yaitu pekerjaan mendekati zina, bahkan sangat mudah menjurus pada perbuatan zina. Dan kenyataannya, banyak manusia yang memasuki pintu gerbang ijab-qobul dengan kaki ternodai karena terlebih dahulu terperosok dalam lumpur kemaksiatan zina. Sehingga begitu masuk ke gerbang ijab-qobul, semua menjadi ternodai. Karena sejak awal langkah penuh dengan noda-noda, wajarlah bila dalam menjalankan biduk rumah-tangga ditemui gelombang-gelombang penyelewengan, hingga menenggelamkan diri di dasar noda dan dosa.
Dalam hal pembayaran mahar atau maskawin, pada prinsipnya boleh dalam bentuk apapun, baik itu materi maupun jasa. Tetapi mahar atau maskawin yang paling bernilai adalah mahar atau maskawin yang dapat membawa sikap istri menuju taat kepada Allah. Sebab yang dilihat Al-Qur’an dan perangkat sholat dalam bentuk materi, tanpa dapat melihat apa yang ada di balik isi Al-Qur’an dan perangkat shlolat. Seorang suami membayarkan mahar atau maskawin berupa Al-qur’an dan seperangkat sholat sebenarnya bukan berakhir pada penyerahan wujud materi, namun lebih jauh dari pada itu adalah membawa istri untuk bisa sama-sama mentaati isi kandungan Al-Qur’an dan menjalankan sholat sesuai yang dituntunkan oleh Rasulullah. Inilah sebenarnya tujuan fihak suami membayarkan mahar atau maskawin berupa al-Qur’an dan seperangkat alat sholat kepada fihak istri. Tetapi karena fihak suami dalam membayarkan mahar atau maskawin karena membeo atau mengikuti tradisi dan agar dipandang sebagai seorang muslim, maka secara formalitas yang dibayarkan adalah Al-Qur’an dan seperangkat alat sholat dalam pengertian materi, tanpa sedikitpun mengarah pada pengertian esensi. Karena tidak adanya dasar pembayaran mahar atau maskawin bernilai pada pengertian esensi, maka yang terjadi setelah mahar atau maskawin Al-Qur’an dan seperangkat alat sholat dibayarkan kepada fihak istri, peralatan tersebut disimpan begitu saja tanpa dapat didayamanfaatkan sebagaimana pengertian esensi. Bukankah demikian ini yang terjadi di tengah masyarakat khususnya pada dirimu, wahai si Fulan.
Oleh sebab itu jangalah sekali-kali memandang nilai mahar atau maskawin sebagai formaitas pengesahan ijab-qobul, tetapi lebih jauh dimaksudkan agar dengan mahar atau maskawin yang dibayarkan itu dapat membawa istri menuju ketaatan kepada Allah. Apalah artinya nilai materi, jika kenyataan kaki istri terperosok dalam kancah neraka, karena tidak adanya perhatian sejak awal dari fihak suami yang seharusnya tampil sebagai pemimpin rumah-tangga. Ini bukan berarti mahar atau maskawin tidak diperkenankan membayar dengan nilai materi. Namun pemberian yang bermanfaat adalah pemberian yang dapat merubah sikap istri menuju ketaatan kepada Allah. Banyak orang berlomba-lomba membayarkan mahar atau maskawin dalam rupa materi yang banyak, namun perjalanan biduk rumah-tangga tidak henti-hentinya dilanda gelombang penyelewengan. Hal ini terjadi salah satunya disebabkan mahar atau maskawin dibayarkan hanya dengan nilai formalitas, tanpa sedikitpun tersirat rasa tanggung jawab seorang suami membawa langkah istri menuju ketaatan kepada Allah.
Sumber: BAHTERA PADUAN CINTA
Di Atas Lautan Ketaatan Kepada Allah
RUMAH TANGGA BAHAGIA,
Oleh. Ki Munadi MS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar