
Begitu pula halnya dengan dirimu. Kau lihai mempermainkan logikamu untu mematikan lawan atau mangsa. Tapi ketahuilah suatu saat kau akan terperangkap oleh kelihaian logikamu sendiri, yaitu di saat kau terpedaya oleh gelapnya hidup. Kau tak dapat melepaskan diri dari kegelapan, sekalipun kau mengerti bahwa hal itu adalah gelap. Seumpama selembar kertas yang terkena perekat, maka menyatulah antara kertas dan perekat. Inilah kelemahan imanmu, tetapi kau tak mau tahu tentang hal tersebut. Seperti seekor gajah terjerat suasana malam nan kelam. Apakah si Gajah mampu untuk bangkit dan meneruskan perjalanannya? Tidak! Sebaliknya sang Gajah justru asyik meni’mati suasana gelap. Apa yang ada di hati sang Gajah tatkala ia menghadapi malam yang sudah terlanjur gelap? Yang melintas di hatinya adalah kata-kata: yah, sudah! Apa hendak dikata. Akhirnya gelap itu pun dini’matinya. Padahal perjalanan sang Gajah ini masih jauh dan panjang. Sebenarnya mudah bagi Gajah untuk bangkit dari kegelapan.
Apabila muncul secercah cahaya, maka dengan cahaya itulah mata kecil si Gajah atau pandangan sangat terbatas, menerobos perjalanan gelap, yaitu ketika datang cahaya bulan. Tapi hal inipun jarang dimanfaatkan Gajah, karena terlanjur enak meni’mati kegelapan. Jujurlah pada dirimu sendiri. Sebenarnya secercah cahaya sudah berulang kali datang menghampiri dirimu pada saat engkau terperangkap kegelapan, tetapi engkau mengabaikannya. Kau lebih suka memilih kepuasan meni’mati kegelapan. Sadarilah! Selama secercah chaya itu kau abaikan, maka kelemahan imanmu semakin tambah pula. Cahaya itu adalah petunjuk dan tanda agar berwaspada terhadap kebenaranmu meni’mati kepuasan. Dengan bukti: saat kau melakukan perbuatan-perbuatan tercela, di hatimu tersisip kata-kata “ untuk melakukan hal tercela”. Hanya saja karena dirimu sedang asyik meni’mati kepuasan malam, tanda-tanda itu terabaikan saja. Oleh karena itu: “Wahai si Fulan yang tampak perkasa, tapi nyatanya lemah tak berdaya, teroboslah kelemahan iman dengan secercah cahaya, yaitu petunjuk yang sudah tertera dalam Al-Qur’an. Sebenarnya secercah cahaya itu dapat kau fahami, dapat kau mengerti. Hanya saja karena pekatnya malam (hitamnya hati), cahaya itu tak dapat kau mengerti”.
Jika kau sadari dirimu lemah iman, bukankah itu berarti bahwa kau akan mendekati dan mencari yang lebih kuat selaku sandaran diri? Sedangkan yang mampu untuk itu adalah Allah. Tidakkah kau lihat, dirimu dahulu TIADA, dapat Allah cipta, kemudian menjadi ADA dan TUMBUH DEWASA? Apalagi hanya untuk menjadi dirimu bersandar pada Allah, agar menjadi kuat. Hal demikian, mudah bagi Allah:
Apabila muncul secercah cahaya, maka dengan cahaya itulah mata kecil si Gajah atau pandangan sangat terbatas, menerobos perjalanan gelap, yaitu ketika datang cahaya bulan. Tapi hal inipun jarang dimanfaatkan Gajah, karena terlanjur enak meni’mati kegelapan. Jujurlah pada dirimu sendiri. Sebenarnya secercah cahaya sudah berulang kali datang menghampiri dirimu pada saat engkau terperangkap kegelapan, tetapi engkau mengabaikannya. Kau lebih suka memilih kepuasan meni’mati kegelapan. Sadarilah! Selama secercah chaya itu kau abaikan, maka kelemahan imanmu semakin tambah pula. Cahaya itu adalah petunjuk dan tanda agar berwaspada terhadap kebenaranmu meni’mati kepuasan. Dengan bukti: saat kau melakukan perbuatan-perbuatan tercela, di hatimu tersisip kata-kata “ untuk melakukan hal tercela”. Hanya saja karena dirimu sedang asyik meni’mati kepuasan malam, tanda-tanda itu terabaikan saja. Oleh karena itu: “Wahai si Fulan yang tampak perkasa, tapi nyatanya lemah tak berdaya, teroboslah kelemahan iman dengan secercah cahaya, yaitu petunjuk yang sudah tertera dalam Al-Qur’an. Sebenarnya secercah cahaya itu dapat kau fahami, dapat kau mengerti. Hanya saja karena pekatnya malam (hitamnya hati), cahaya itu tak dapat kau mengerti”.
Jika kau sadari dirimu lemah iman, bukankah itu berarti bahwa kau akan mendekati dan mencari yang lebih kuat selaku sandaran diri? Sedangkan yang mampu untuk itu adalah Allah. Tidakkah kau lihat, dirimu dahulu TIADA, dapat Allah cipta, kemudian menjadi ADA dan TUMBUH DEWASA? Apalagi hanya untuk menjadi dirimu bersandar pada Allah, agar menjadi kuat. Hal demikian, mudah bagi Allah:
أَوَلَمْ يَرَوْا كَيْفَ يُبْدِئُ اللَّهُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Dan apabila mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. (QS.29:19)
Tetapi kebanyakan manusia berpaling dari sisi Allah.
Sumber: Lemah Iman, Oleh. Ki Munadi MS
Sumber: Lemah Iman, Oleh. Ki Munadi MS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar