
Untuk itu ketahuilah wahai Si Fulan! Islam tidak mendidik manusia untuk menjadi ragu-ragu, yang berkembang menjadi duga-duga, prasangka dan hyphothesa. Islam mendidik seseorang untuk yaqin. Yaqin “itu” adalah benar dan yaqin pula “itu” adalah salah. Tidak ada jalan lain untuk dapat menyatakan: itu benar, ini salah, kecuali hidupnya harus dekat dan akrab dengan Allah, yang akan memberikan kejelasan tegas-pasti akan sesuatu. Jika saja ummat Islam sembada ber-Robbkan Allah, maka kecerdikan dan kecerdasan akan mewarnai kehidupan ummat Islam. Akan tetapi karena ummat Islam terjebak oleh filososis iblis, maka jadilah ummat Islam serupa ummat Yhd. Dalam aspek kehidupan selalu diwarnai oleh duga-duga, kira-kira atau prasangka apapun bentuknya. Bukankah akan lebih baik dan tepat, bila yang diprasangkakan terhadap kasus itu difokuskan dan ditanyakan langsung kepada Pemiliknya (yakni Allah sendiri)? Sebagai contoh: dalam suatu kehidupan di masyarakat. Si A ragu-ragu terhadapB. Bukankah lebih baik jika A bertanya kepada Allah tentang B? Apa dan bagaimanakah sebenarnya B. begitu pula bidang ilmu. Apapun bidang ilmu yang diragukan, bukankah lebih baik jika langsung ditanyakan kepada Allah selaku sumber ilmu? Jika dalam kedua contoh tersebut dipertanyakan kepada sesama manusia, maka kepasti-benaran akan sulit diperoleh.
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja, sesungguhnya persangkaan itu sedikitpun tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS.10:36)
Ketahuilah wahai Si Fulan yang bersifat laksana pohon keladi! Sesama muslim dalam arti seiman itu bersaudara. Persaudaraan yang didasari pertalian darah daging. Perumpamaan persaudaraan yang dijalin keimanan laksana anggota tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, maka sakitlah anggota tubuh yang lain. Dalam jalinan persaudaraan yang didasari iman, ada timbunan kekuatan tersembunyi yang sangat kokoh. Hal demikian ini menjadi boomerang bagi iblis, maka iblis hembuskan saling berprasangka buruk terhadap sesama muslim seiman. Dimaksudkan untuk mengadu domba sesama muslim, agar timbul perpecahan. Apabila perpecahan telah timbul, maka di sinilah letak kelemahan ummat Islam. Iblis memperkirakan, apabila ummat Islam pecah, akan mudah baginya untuk menguasai manusia.
Ummat Islam adalah ummat yang hidup bermasyarakat, gotong royong, saling membantu; yang kaya membantu yang miskin, dan yang miskin membantu dengan tenaga, yang pandai mendidik yang bodoh. Dengan adanya cara hidup bermasyarakat demikian, tampaklah ummat Islam adalah ummat yang satu dalam segala aspek kehidupan. Masing-masing berjalan, bekerja menurut kemampuan yang ada pada dirinya. Perhatikanlah masyarakat di bawah pimpinan Rasul Muhammad s.a.w. Mereka yang miskin harta, tapi kaya dengan kemakbulan do’a. Siapa yang tidak kenal dengan kaum dhu’afa yang bertempat tinggal di serambi masjid. Mereka semua miskin akan harta, tetapi hatinya kaya. Kekayaan hati kaum dhu’afa yang berada di serambi Masjid mampu menembus hati sahabat utama Rasulullah Muhammad s.a.w.
Oleh karena itu wahai Si Fulan! Tinggalkanlah prasangka dan minta maaflah kepada siapa saja yang kau telah berprasangka buruk kepadanya. Kelak di yaumil akhir, masing-masing diri akan menuntut apa yang tidak ada pada diri orang yang telah kau prasangkai itu, seperti:
• Menuduh seseorang sebagai ahli sihir yang menyihir suami, sehingga suami terpikat dan seolah-olah tak bisa lepas dari keberadaan orang tersebut.
• Sewaktu keadaan diri terjebak perangkap iblis, pembantu diberhentikan dengan alasan yang tidak tepat. Hanya karena malu, pada saat itu terlalu sering perang mulut atau bertengkar dengan suami.
• Jangan berprasangka jelek sedikit pun terhadap sesama, bila sesuatu itu belum diketahui secara jelas atau pasti. Bertanyalah kepada yang bersangkutan, itu adalah lebih baik. Janganlah mudah terjebak pada anggapan jelek terhadap orang lain; bisa jadi orang tersebut banyak manfaat guna dalam hidup.
• Belum tentu yang kamu sangka baik itu adalah baik bagimu dan belum tentu pula apa yang kamu sangka jelek itu, jelek bagimu.
Ummat Islam adalah ummat yang hidup bermasyarakat, gotong royong, saling membantu; yang kaya membantu yang miskin, dan yang miskin membantu dengan tenaga, yang pandai mendidik yang bodoh. Dengan adanya cara hidup bermasyarakat demikian, tampaklah ummat Islam adalah ummat yang satu dalam segala aspek kehidupan. Masing-masing berjalan, bekerja menurut kemampuan yang ada pada dirinya. Perhatikanlah masyarakat di bawah pimpinan Rasul Muhammad s.a.w. Mereka yang miskin harta, tapi kaya dengan kemakbulan do’a. Siapa yang tidak kenal dengan kaum dhu’afa yang bertempat tinggal di serambi masjid. Mereka semua miskin akan harta, tetapi hatinya kaya. Kekayaan hati kaum dhu’afa yang berada di serambi Masjid mampu menembus hati sahabat utama Rasulullah Muhammad s.a.w.
Oleh karena itu wahai Si Fulan! Tinggalkanlah prasangka dan minta maaflah kepada siapa saja yang kau telah berprasangka buruk kepadanya. Kelak di yaumil akhir, masing-masing diri akan menuntut apa yang tidak ada pada diri orang yang telah kau prasangkai itu, seperti:
• Menuduh seseorang sebagai ahli sihir yang menyihir suami, sehingga suami terpikat dan seolah-olah tak bisa lepas dari keberadaan orang tersebut.
• Sewaktu keadaan diri terjebak perangkap iblis, pembantu diberhentikan dengan alasan yang tidak tepat. Hanya karena malu, pada saat itu terlalu sering perang mulut atau bertengkar dengan suami.
• Jangan berprasangka jelek sedikit pun terhadap sesama, bila sesuatu itu belum diketahui secara jelas atau pasti. Bertanyalah kepada yang bersangkutan, itu adalah lebih baik. Janganlah mudah terjebak pada anggapan jelek terhadap orang lain; bisa jadi orang tersebut banyak manfaat guna dalam hidup.
• Belum tentu yang kamu sangka baik itu adalah baik bagimu dan belum tentu pula apa yang kamu sangka jelek itu, jelek bagimu.
…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS.2:216)
Dari gambaran tersebut, jika pernah terjadi prasangka buruk pada sesama manusia, maka mintalah maaf dan ridhonya, agar kelak tidak terjadi tuntut menuntut antara ruh dengan ruh, karena sang ruh yang disangka buruk tersebut tidak mau menerima apa yang disangkakan/dituduhkan terhadap dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar