Renungan
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱللَّهَ غَـٰفِلًا عَمَّا يَعْمَلُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍۢ تَشْخَصُ فِيهِ ٱلْأَبْصَـٰرُ
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, (QS.14:42)

Rabu, 17 November 2010

Manusia Kera

Harta, Kepandaian, Kedudukan
Logikamu hanya terbatas pada pemunculan garis sesuatu. Sebagai perenungan bagi dirimu! Bagaimana perasaanmu wahai manusia, bila orang yang kau kasihi menumpahkan harapan kepada orang lain untuk membantunya dalam melakukan sesuatu? Padahal dirimu sanggup memberikan dan memenuhi harapan kekasihmu. Bagi mu hal demikian itu mudah dan dapat kau berikan seketika. Tetapi kekasihmu lebih yakin dan percaya bahwa penyelesaian sesuatu hanya mampu dilakukan oleh orang lain, sehingga kau kesampingkan olehnya. Dengan kenyataan demkian ini apa perasaanmu wahai manusia? Baru memiliki harta, kepandaian dan kedudukan sudah menyombongkan diri. Dari mana harta itu kau peroleh? Bukankah kau peroleh dari kepicikan logikamu dan dari ‘aqal-‘aqalanmu (rekasayasa logika). Jujurlah kau pada dirimu, bahwa kau memperoleh harta melalui nafsumu, yang akibatmya kau tak dapat bersyukur dan tak dapat kau rasakan keberkahannya dari harta yang kau peroleh. Akibatnya lebih jauh:
* Harta kau gunakan untuk hura-hura.
* Tidak puas, lari ke minuman keras.
* Tidak puas, lari ke judi.
* Tidak puas, kau larikan ke disco dsb.

Agar kau lebih mudah memahami penjelasan ini, maka perhatikan seekor kera! Apa yang diperoleh tidak dapat memuaskan dirinya. Belum habis buah di ranting yang satu sudah pindah ke ranting yang lain. Belum habis buah dipohon yang satu, sudah loncat ke pohon yang lain. Semua ranting pohon dipakai untuk bergantung dan menari-nari si kera. Itulah kera yang sedang asyik bermabuk-mabukan dan berdisco. Mengertikah kau! Mengapa kera berpenampilan demikian itu? Sebab si kera berharap agar dapat diakui lingkungannya dengan kata tersirat dalam dadanya: “inilah aku yang hidup di alam modern, dapat berbuat apa saja dan bagaimana saja”. Padahal fihak lain tertawa melihat si kera. Tertawa bukan karena senang pada tingkah si kera, tetapi di dalam hati mereka itu berkata: “Betapa bodohnya di kera”. Itulah dirimu, wahai manusia yang sombong karena kedudukan. Seberapa sudah tingginya kedudukanmu jika dibandingkan dengan kedudukan Nabi Sulaiman. Dalam hal ini, apa saja dimiliki Nabi Sulaiman? Kedudukan, harta dan kekuasaan ia miliki. Tapi pernahkah ia berlaku sombong? Betapa ramah dan rendah hatinya Sulaiman, tidak hanya sopan kepada sesama, bahkan kepada hewan sekalipun kesopananannya tidak berkurang.
Jika pada peribadi Nabi Sulaiman, harta keduduka serta kekuasaannya dapat dinikmati banyak orang, bagaimana dengan harta kedudukanmu? Sudahkah dapat dinikmati banyak orang? Tampaknya lebih berharga si pohon padi yang suka merendah. Semakin banyak berisi si pohon padi semakin lebih merendah diri. Tidak seperti si kera, bisa meloncati pohon yang tinggi (kedudukan) dengan suara hingar-bingar, meloncat-loncat dari ranting satu ke ranting yang lain. Dengan adanya penjelasan demikian ini, apalagi yang kau sombongkan wahai manusia laksana kera? Apalagi kesombonganmu karena memiliki kepandaian? Bukankah kepandaianmu yang ada sekarang ini adalah hasil curian logika? Dengan kau merenung sejenak, akan kau ketahui bahwasanya kepandaian yang ada pada dirimu sebenarnya bukan hasil ciptaanmu. Karena KEPANDAIANMU HANYA TERBATAS PADA MERANGKAI SESUATU. Jika kau benar-benar pandai cobalah buat rumah, sebagaimana laba-laba membuat rumah. Bukankah kenyataannya rumah yang kau buat itu:
* Hanya merangkai dan menyatukan unsur-unsur yang satu dengan unsur yang lain.
* Mencampur unsur yang satu dengan unsur yang lain.

Jika kau memang pandai, dapatkah kau membaut kayu, batu, pasir, yang merupakan unsur pembuat rumah? Anggapanmu terhadap kepandaian dirimu laksana sebatang pohon benalu yang hanya pandai menghirup nafas kehidupan diatas kehidupan fihak lain. Kepandaian benalu adalah kepandaian mengorbankan fihak lain. Dalam hal ini lebih bernilai dan lebih pandai seekor laba-laba. Laba-laba membuat rumah dari air liurnya sendiri. Rumahnya telah dapat memberikan perlingdungan terhadap dua orang hamba Allah (Muhammad s.a.w. dan Abu Bakar r.a). apakah kepandaianmu telah dapat memberikan perlindungan kepada fihak lain sebagaimana laba-laba?
Jangankan untuk memberikan perlindungan kepada fihak lain, terhadap diri sendiri saja, kau tidak dapat memberikan perlindungan apa-apa. Bahkan yang terjadi sebaliknya, dirimu berkepanjangan dihimpit derita bathin dan kebingungan. Oleh karena itu sebenarnya tidak ada yang dapat kau sombongkan wahai si Fulan. Kesombonganmu terhadap kepandaianmu hanya untuk menipu dirimu. Jika dirimu benar-benar pandai dalam pengertian mampu menciptakan sesuatu yang didasari keilmuan, maka cobalah kau buat sehelai rambut sebagai bukti kepandaiannmu! Sampai kapan pun otak-logikamu tak akan pernah mampu membuta rambut. Apalagi mau menempelkan di kepala. Carilah bahan perekatnya di seluruh jagad untuk menempelkan rambut, kau tak akan dapati. Pengungkapan demikian ini bukan karena kebencian. Akan tetapi agar kau sadar terhadap diri. Kesombonganmu telah melebihi kesombongan Allah. Hal ini lah yang membuat dirimu gelap dan sulit memahami ayat-ayat Allah. Segala kerancuan silih berganti dalam hidupmu. Ini bukan karena Allah menganiaya dirimu. Tetapi kau sendiri yang telah menganiaya diri sendiri. Sebagaimana yang dinyatakan dalam firman Allah:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
…dan Allah sekali kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yan g menganiaya diri mereka sendiri (QS.29:40)

Dikutip dari tulisan Ki Moenadi MS, berjudul: ”Seputar Lagak-Lagu Lenggak-Lenggok Manusia”, Halaman: 14, Bunga Rampai LAUKAPARA Seri Noda-Noda Kehidupan; Yayasan Badiyo, Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar