Renungan
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱللَّهَ غَـٰفِلًا عَمَّا يَعْمَلُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍۢ تَشْخَصُ فِيهِ ٱلْأَبْصَـٰرُ
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, (QS.14:42)

Jumat, 08 Oktober 2010

Hati Senang, Bila Orang Lain Terkena Musibah

(karena Dipandang Telah Banyak Berbuat Musibah Terhadap Diri)

Apa yang kau ungkapkan itu adalah cara salah. Dengan hatimu merasa senang orang lain tertimpa musibah tidak akan menambah kebaikan pada dirimu maupun kebaikan pada kedua belah fihak. Sementara boleh jadi kau rasakan hatimu memang senang. Tetapi jujurlah bahwa kesenanganmu itu hanya bersifat sementara atau kesenangan semu. Setelah itu hatimu kembali dipenuhi rasa kejengkelan, kemarahan dan kekesalan. Sedangkan orang lain yang terkena musibah, dapat kembali kiprah. Padahal jika kau inginkan kemenangan seumur hidup terhadap orang yang telah banyak merusak dirimu, yaitu dapat terjalin kembali persaudaraan dalam pengertian (saudara kandung atau saudara seiman) maka cara yang paling tepat untuk kau lakukan adalah, dirimu turut prihatin atas musibah yang sedang dideritanya. Sehingga dengan demikian orang yang yang sedang terkena musibah lebih mudah merasakan sentuhan kebaikan yang diberikan seseorang. Bila hatinya telah tersentuh, di sinilah kau peroleh satu langkah kemenangan. Kemuidan kau akan dapat melangkah terus pada langkah berikutnya. Bukan malah merasa senang dengan adanya musibah yang sedang dialami orang lain. Sebenarnya musibah yang sedang menimpa orang lain adalah pancingan buat hatimu, apakah memiliki hati yang lapang dan luas? Dengan kelapangan dan keluasan itu diharapkan dapat memberikan maaf. Ataukah sebaliknya malah berhati sempit kemudian mendo’akan kejelekan baginya dan merasa senang dengan penderitaan musibahnya.
Padahal sikap Allah selaku Pencipta makhluq termasuk manusia, meskipun makhluq termasuk manusia telah berbuat melampaui batasan apa pun, tetap Allah beri kesempatan untuk memohon ampun dan permohonan ampunan itu pun Allah kabulkan, asalkan sang makhluq telah sadar dan mau kembali ke jalan Allah.
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Robbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi keni’matan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. (QS.11:3)
Sikapmu mendo’akan orang lain cepat mati, tampak-tampaknya telah melebihi kekuasaan Allah. Renungilah bagaimana perasaanmu, bila kau tertimpa musibah dan ada oang lain yang dengan senang hati melihat musibahmu. Untuk itu ketahuilah bahwasanya setiap manusia mempunyai perasaan hati yang sama. Hanya orang-orang yang berhati lapang dan luas yang beruntung (mereka tidak pernah merasa ada orang yang menyakiti dirinya), bahkan malah dipandang nya sampah jika ada orang lain yang selalu menyakiti dirinya.
Hatimu memang sakit ketika disakiti orang lain. Keadaan demikian itu akibat ketidak-taatanmu pada Allah. Dalam hal ini Allah sangat marah, bila ada hamba-Nya yang tidak ikut andil menciptakan, tetapi merasa senang hati terhadap orang lain yang sedang Allah berikan pelajaran hidup. Seharusnya seorang hamba bersikap santun ketika melihat ada orang lain (yang pernah menyakiti hatinya) diberi pelajaran oleh Allah, merasa haru dan bersyukur kepada Allah. Dengan harapan agar pelajaran dan musibah yang sedang diberikan Allah kepada orang yang pernah menyakiti hati tidak mengenai dirinya. Boleh jadi saat ini orang tersebut berbuat jahat, akan tetapi boleh jadi pula kelak akan kembali baik. Dan orang yang saat ini selalu berbuat baik, kelak boleh jadi berbalik berbuat jahat. Gambaran demikian tersebut banyak sudah terjadi dari generasi ke generasi.

Dikutip dari tulisan Ki Moenadi MS, berjudul: ”Si Paul Peci di Atas Dengkul”, Bunga Rampai LAUKAPARA Seri Noda-Noda kehidupan; Yayasan Badiyo, Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar